Masukkan iklan disini!

Roadshow Perdana #GOUndipKTR

Photo: Echa
Kali ini Fakultas Sains dan Matematika (FSM) dan Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) di Universitas Diponegoro kedatangan tamu dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Diponegoro. Pertemuan ini dibuka dengan tilawah dari salah satu mahasiswa FSM. Kemudian dilanjutkan sambutan-sambutan dari masing-masing perwakilan fakultas, yang tentunya adalah anggota Badan Eksekutif Mahasiswa. Pertemuan ini membahas tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok) yang bertujuan untuk meminta hak bagi perokok pasif dalam kenyamanan lingkungan tanpa asap rokok.


PP No. 109 Tahun 2012 membahas tentang tujuh kawasan bebas rokok, di antara ketujuh kawasan tersebut salah satunya adalah kawasan pendidikan. Sangat disayangkan jika kawasan pedidikan dipenuhi oleh asap rokok. Dengan itu pemerintah melakukan sosialisasi mengenai hal itu dengan jangka waktu delapan belas bulan. Menagih janji dari Rektor Universitas Diponegoro tentang Undip KTR tahun 2015 yang sampai sekarang masih belum terlihat pergerakannya, sejumlah mahasiswa FKM mencoba memulai pergerakannya dengan melakukan roadshow tentang Undip KTR di seluruh fakultas di Undip. Sampai saat ini sudah ada 3 fakultas yang dikunjungi oleh aliansi KTR dari FKM.
Pihak BEM FSM Undip sepakat dengan program KTR yang didukung oleh aliansi dari mahasiswa FKM. Namun, melihat implementasi sepertinya masih sulit untuk menerapkannya di FSM. Butuh dukungan khusus dari birokrasi untuk program ini. “Roadshow ini sangat bermanfaat dan ini memang perlu dan hanya memang dari mahasiswa yang harus memulainya,” ujar Ketua BEM FSM.
Menerapkan program KTR di Undip memang bukan hal yang mudah. Mengingat ada sebuah komunitas di Undip yang menamai dirinya Komunitas Kretek. Mereka mengatakan bahwa rokok merupakan budaya Indonesia yang sudah ada sejak lama. Mendengar perkataan itu, salah satu anggota aliansi kesehatan membantah hal tersebut dan menegaskan bahwa rokok bukanlah budaya Indonesia, melainkan berasal dari Belanda.
Baik dari promosi ke masyarakat maupun peraturannya, rokok di luar Indonesia memiliki arti penting dalam kesehatan, yaitu untuk menghangatkan tubuh. Di negara lain rokok dikemas secara apik dengan kemasan yang tidak hanya mencantumkan peringatan akan bahaya, tetapi contoh gambar efek dari merokok. Di luar Indonesia, rokok berharga sangat mahal bahkan jika dirupiahkan bisa mencapai Rp 100.000,00 perbungkusnya. Sungguh disayangkan jika kebijakan dalam hal merokok tidak dapat dilaksanakan secara baik, apalagi mengingat efek yang ditimbulkannya. Memang benar devisa negara yang didapatkan dari rokok sangatlah besar, tetapi kesehatan jauh lebih besar harganya. Banyak perusahaan-perusahaan rokok yang mengadu domba para petani tembakau dengan kebijakan–kebijakan yang ada demi kelangsungan perusahaan. Tidak hanya itu, banyak perusahaan rokok yang memanipulasi keadaan dengan menanamkan investasi kepada negara. Melihat itu semua, beberapa mahasiswa FKM yang dibantu oleh dosen, membentuk suatu program yang saat ini telah menjadi sebuah klinik advokasi yang dinamai KABM (Klinik Advokasi Bebas Merokok). Dimana klinik advokasi ini membantu seseorang dalam permasalahannya terhadap rokok. Secara cuma-cuma klinik advokasi ini membantu menyelesaikan masalah rokok demi kelangsungan hidup sehat dan pergerakan program Undip KTR 2015. Selain itu, para aliansi di FKM memberikan kebijakan-kebijakan bagi perokok di FKM, yaitu dengan tetap memberikan keleluasaan terhadap perokok dengan membangun suatu bilik merokok. Jika seseorang melanggar kebijakan tersebut berupa merokok diluar bilik yang sudah ditentukan di wilayah FKM, maka akan dikenakan sanksi berupa uang denda sebesar Rp 50.000,- untuk setiap batangnya.
Mengenai itu semua, tim aliansi FKM yang mengikuti roadshow ke FSM mengajak untuk menjalankan dan mendukung program KTR ini. Pihak BEM FSM sendiri sangat mendukung program ini. Mereka memberikan usulan agar program KTR ini berjalan lancar dengan cara program ini di tekankan pada awal penerimaan mahasiswa baru. Dari sini maka program ini akan berjalan lancar. Apalagi kebijakan bilik merokok ditiadakan sekaligus dan memberikan penjagaan dan perhatian lebih terhadap program ini. “Saya berharap sosialisasi ini dilakukan sejak penerimaan mahasiswa baru, dan membentuk pansus untuk meninjau perkembangannya dan juga untuk FKM supaya sering berkunjung ke FSM terutama untuk dosennya agar lebih terwujud programnya, melihat di FSM hampir semua dosen merokok,” usul Ketua BEM FSM. Pertemuan ini merupakan pertama kalinya dan akan dilanjutkan untuk pertemuan-pertemuan berikutnya dengan membahas lebih serius tentang program KTR ini. (Echa)

No comments