Masukkan iklan disini!

Rayap, Serangan Maut Bangunan

Semarang-Kamis (18/04) ditemani hujan mengiringi kuliah umum dengan tema Pohon dan Green Building oleh dosen Fakultas Kehutanan IPB (Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr.Ir.H Dodi Nandika, MS dan Prof.Ir. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD di gedung D Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Agenda kuliah umum termit (rayap) ini didukung oleh industri pestisida FMC, Ungaran. Peserta didominasi oleh mahasiswa semester 6 peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik dan peminatan Entomologi Kesehatan. Ada pula peserta dari Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur Undip.
"Kuliah umum terlaksana atas inisiasi FMC atas kerjasama baik antara bagian peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik," jelas Ibu Retno. Diskusi berlangsung menarik saat dosen Jurusan Arsitektur menanyakan apakah pentingnya rayap? Sedangkan hidup mereka hanya bisa merusak rangka rumah yang menjadikan genteng tak ada lagi penopang. Hal ini tentu menjadi sisi lain dari keilmuan serangga di entomologi. Prof. Dodi mengungkapkan
bahwa inilah yang menjadi tantangan ilmuan seperti beliau sebagai seorang arborish (dokter pohon). Dengan mengetahui berbagai jenis rayap, maka bisa diidentifikasi tindakan apa yang tepat diambil untuk menangani akibat adanya rayap di pohon dan bangunan. Tentunya hal ini mendukung pembangunan gedung berbasis budaya dan berbahan baku kayu, seperti rumah-rumah adat di Indonesia yaitu Joglo, Gadang atau rumah khas Bali.
Hal serupa diungkapkan pula oleh Thyar, mahasiswa entomologi. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mendukung green building sebagai solusi terhadap efek rumah kaca, maka kita harus mulai mengembangkan rumah yang berbahan baku kayu, bamboo dan semacamnya. Lalu bagaimana dengan kerugian yang akan dialami penghuni rumah dengan adanya serangan rayap? Diskusi dua arah tetap berlangsung dengan tanggapan yang tak terduga dari profesor. Beliau justru mengatakan kita patut bersyukur dengan keberadaan rayap di rumah kita. “Anda bisa mengundang saya ke rumah kayu Anda. Ya, 1 menit cukup 1 juta,” ungkap Prof. Dodi.
“Serangga rayap diciptakan Allah pasti ada manfaat, salah satunya sebagai dekomposer. Dialah yang akan mengubah sisa organik menjadi mineral kembali, menjadikan alam seimbang. Namun memang ada jenis rayap tertentu yang perlu diwaspadai karena bisa merusak bahan bangunan, khususnya yang berbahan baku kayu,” ungkap Prof. Dodi saat diwawancarai.
“Prinsipnya adalah pengendalian. Yang penting tahu koloni rayap apa yang bisa menimbulkan kerugian. Serangga memang tidak pernah bisa punah. Rayap yang menyerang vertikal lah yang patut dimusnahkan koloninya. Mereka yang bisa menggerogoti apartemen lantai 23 sekali pun,” jelas Prof. Surjono saat ditemui.
Pohon adalah bagian integral dari keberlanjutan ekosistem, bukan lagi jadi hal sepele. Dengan meningkatkan Green Spirit, manusia mampu menyumbangkan upaya green building. Dengan membangun gedung, itu berarti menciptakan heat island, belum lagi aspek lain yang ditimbulkan seperti listrik dan air yang dikonsumsi atau limbah yang ditimbulkan. Prof. Dodi mengungkapkan beberapa fakta bangunan yang egois memperhatikan keinginan manusia, seperti Abraj Al Bait (Saudi Arabia) dan Burj Kalifa (Dubai). Dengan menyelipkan banyak pesan dari ayat Al-Quran, Prod. Dodi menjelaskan begitu pentingnya pohon di bumi, dilihat dari manfaat, hasil buah dan fungsi utamanya sebagai bahan bangunan ramah lingkungan, dibanding besi atau baja.
Beliau menekankan tidak hanya pohon besar yang dimaksud, namun vegetasi secara holistik, seperti tanaman merayap untuk vertical garden atau green roof yang sudah diterapkan di Sentul dan Library Universitas Indonesia. Benang merah yang bisa dipetik adalah tidak perlu khawatir dengan keberadaan rayap untuk tetap meningkatkan upaya green building. Asal tahu ilmu dan tekniknya, maka masalah rayap bisa ditangani. Pesan Prof. Surjono di akhir wawancara yaitu seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat harusnya bisa menjadi guide bagi masyarakat membuat green building dari segi kesehatan misalnya mencegah SBS (Sick Building Syndrome). Green building bukan hanya perlu dipelajari oleh mahasiswa, namun masyarakat umum. Upaya minimal bisa dilakukan adalah menumbuhkan perilaku budaya efisien, seperti mematikan lampu atau AC seusai kuliah, imbuhnya. (Yuniva)

No comments