Indonesia Youth Journalist
Photo : putri |
SEMARANG (16/11). Fakultas Hukum Undip mengadakan acara seminar nasional. Kegiatan yang berlangsung di Aula Teknik Sipil ini dihadiri oleh peserta dari berbagai jurusan di Universitas Diponegoro dan juga lembaga pers mahasiswa (LPM) di Indonesia.
Seminar nasional ini merupakan acara puncak dari Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut yang diikuti oleh 13 orang pemenang dari berbagai jurusan di universitas se-Indonesia. Terpilihnya para journalist terbaik ini ialah melalui seleksi essai yang sebelumnya dilombakan. Mahasiswa yang terpilih diantaranya berasal dari : USU, UNS, UNBRAW, UNDIP, UNPAD, UDINUS, dan lain-lain.
Seminar nasional ini merupakan acara puncak dari Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut yang diikuti oleh 13 orang pemenang dari berbagai jurusan di universitas se-Indonesia. Terpilihnya para journalist terbaik ini ialah melalui seleksi essai yang sebelumnya dilombakan. Mahasiswa yang terpilih diantaranya berasal dari : USU, UNS, UNBRAW, UNDIP, UNPAD, UDINUS, dan lain-lain.
Seminar Nasional Indonesia Youth Journalist yang bertemakan How to Reveal a Problem by Journalist ini dihadir oleh para pembicara yang kompeten dalam bidang kebebasan pers, yakni Hendrayana sebagai anggota IMLA, Prof. Dr. Inu Kencana Syafie, M.Si penulis buku best seller IPDN Undercover, dan Uni Zulfiani Lubis (mantan Pemimpin Redaksi Antv dan mantan Anggota Dewan Pers)
Para pembicara membahas perihal "Menegakkan Kebebasan Pers dan Implementasi Asas Praduga Tak Bersalah". Dalam hal ini,Uni menjelaskan bahwa asas praduga tak bersalah tidak ada hubungannya dengan penyingkatan nama seperti dalam pengertian selama ini, asas praduga tak bersalah tidak mengurangi kemerdekaan pers untuk mengungkapkan kebenaran dan memberitakan atau menyiarkan fakta secara akurat. Asas praduga tak bersalah bermakna tidak boleh menghakimi, tidak hanya dalam kasus hukum, tetapi dalam semua pemberitaan. Ia juga mengutip tulisan Amir Syamsudin dalam jurnal Dewan Pers, yakni "KEBENARAN JURNALISTIK: Adalah kebenaran pada saat informasi diterima dari sumber berita. Kebenaran jurnalistik terkadang tidak sama dengan kebenaran hukum atau kebenaran yang seharusnya, tetapi hal itu tidak berarti kebohongan. Hal ini terkait pula dengan sumber berita."
Sementara itu, terkait asas praduga tak bersalah, Hendrayana selaku pembicara yang juga merupakan pengacara ini menyebutkan bahwa penerapan asas praduga tidak bersalah dalam pers sebagaimana diatur Pasal 11 dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), bermakna pers dalam pemberitaannya tidak boleh menghakimi seseorang. Dalam pers adanya suatu kaidah kode etik larangan terhadap penghakiman semua pemberitaan yang kebenarannya belum terbukti, baik menurut prosedur hokum maupun dari hasil pengecekan pers sendiri.
Berbeda dengan dua pembicara di atas, Prof. Dr. H. Inu Kencana Syafie, M.Si melakukan perpaduan keadilan dan menjunjung tinggi nilai agama dan kepercayaan dalam menyuarakan tulisannya. Keberaniannya mengungkap berbagai kasus yang terjadi di Institut Pendidikan Dalam Negeri ini mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak. Bahkan, mengakibatkan berbagai percobaan pembunuhan dilakukan terhadapnya. Namun, atas dasar menjunjung tinggi keadilan, ia dapat memenangkan berbagai kasus hukum yang ia tangani. Seminar nasional yang berakhir pada pukul 15.00 WIB ini memberikan kepuasan tersendiri terhadap kebutuhan pengetahuan perihal asas praduga tak bersalah bagi semua peserta. (Putri)
Post a Comment