Apa Arti Kemerdekaan Bagi Mahasiswa?
Sumber: BEM Undip |
Jumat (18/08) telah
dilaksanakan diskusi terbuka dari BEM bidang Sospol Undip bertajuk tentang
“Kemerdekaan dan Represifitas” bertempat di Student Centre Undip yang dimulai
pukul 16.00 WIB. Forum ini membahas mengenai kemerdekaan dalam berpendapat pada
mahasiswa.
Diskusi ini merupakan salah
satu cara merayakan kemerdekaan tanpa mengurangi jiwa nasionalisme yang ada.
Kemerdekaan memiliki banyak tafsir. Banyak kasus yang menunujukkan para
mahasiswa yang ingin menyampaikan kebebasan dalam berpendapat di muka umum
justru seringkali terjebak oleh masalah-masalah birokrat yang ada disekitarnya.
Hal itulah yang mendasari dipilihnya tema Kemerdekaan dan Represifitas dalam
diskusi tersebut. Represif sendiri menurut KBBI memiliki arti penekanan,
pengekangan, dan penindasan. Dalam hal ini reprisifitas merupakan istilah yang
digunakan untuk menunjukkan adanya suatu pembatasan kebebasan berpendapat
terhadap mahasiswa oleh para elite politik.
Kasus-kasus yang
menunujukkan adanya represifitas terhadap kebebasan berpendapat mahasiswa,
diantaranya kasus yang mengenai Sekertaris Jendral BEM KM Unram yang diancam
dilaporkan kepada pihak yang berwajib dengan dugaan melanggar UU ITE, karena
berusaha mengungkap praktik politisasi pengumpulan KTP mahasiswa yang diduga
akan digunakan Rektornya guna menjadi kontestan dalam pemilihan kepala daerah
di provinsinya. Selain itu, juga disebutkan kasus tentang aksi untuk menuntut
penurunan UKT semester 9 ke atas oleh mahasiswa Universitas Sriwijaya yang
diakhiri dengan tindakan represif dari keamanan kampus dengan beberapa
mahasiswa yang dianggap sebagai provokator dinonaktifkan secara sepihak, salah
satunya adalah Presiden BEM KM Universitas Sriwijaya, Rahmat Farizal.
Pembicara dalam diskusi ini
merupakan mahasiswa yang telah mengalami peristiwa serupa, yakni Julio Belnanda
dari Fakultas Hukum Unnes dan rekannya yang bernama Harits Akhmad Muzakki dari
Fakultas Teknik Unnes yang harus berurusan dengan pihak yang berwajib karena
menyuarakan pendapatnya dengan memberi piagam untuk Menristekdikti yang
berisikan sindiran terhadap Moh. Nasir
bertuliskan “Telah
menciderai semangat asas Ketunggalan UKT di Perguruan Tinggi” yang diunggah dalam
akun Facebook dan Instagramnya. Dalam kasus itu, Julio dan Harits dianggap melanggar UU ITE karena telah
mencemarkan nama baik Unnes dan Menristekdikti. Menurut Julio adanya
pungutan biaya KKN dan pungutan BKOM (pungutan setelah lulus) dirasa tidak
perlu diadakan, karena mahasiswa sudah membayar UKT yang seharusnya UKT
tersebut digunakan untuk mendapat fasilitas kampus, termasuk KKN. Dengan adanya pemberian
piagam sindirian tersebut justru sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan UKT
yang dinilai tidak berpihak
kepada mahasiswa.
Diskusi pun ditutup dengan
harapan mahasiswa menjadi terbuka pikirannya untuk mengetahui tentang arti
kemerdekaan secara seutuhnya baik itu untuk berpendapat di depan umum, maupun
untuk merdeka dalam arti pribadi tidak hanya sebuah omong kosong namun bisa
dirasakan oleh seluruh bangsa, serta mahasiswa memiliki keberanian mengutarakan
pendapatnya. (Edwina dan Uswatun)
Post a Comment