Masukkan iklan disini!

Krisis Kepedulian FKM 2014

Photo : Aini Nursanti
Semarang (10/12). Petang hari di FKM Undip dilaksanakan sebuah acara BBM (Bincang-Bincang Mahasiswa) oleh BEM FKM Undip departemen Kebijakan Publik. Acara ini berisi diskusi isu terhangat dengan tema Krisis Eksukutif I di Pemilihan Raya FKM Undip 2014. Narasumber yang didatangkan antara lain Arif Setiawan selaku Ketua BEM FKM Undip, Amalia C. Nafi’ah selaku Pimpinan Umum LPM Publica Health, dan Dimas Triyadi selaku Ketua KPR 2014.

Sudah menjadi rahasia publik bahwa krisis eksekutif I tidak hanya terjadi di FKM saja, melainkan juga di kampus UNDIP, FISIP, F.Psikologi, dll. Hasil dari diskusi didapatkan bahwa krisis eksekutif tidaklah pas untuk Pemira 2014. Akan tetapi, krisis kepedulian di diri mahasiswa FKM Undip baik angkatan 2012, 2013 bahkan 2014. Kesadaran inilah yang ditanyakan oleh moderator kepada narasumber. “Kenapa mahasiswa tidak memiliki jiwa kesadaran tersebut?” tanya Syarifah. Mahasiswa selalu menyerukan jargon “Hidup mahasiswa, Hidup rakyat Indonesia”. Jika mahasiswa tidak sadar dan peduli akan fakultas sendiri bagaimana membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Menurut Arif Setiawan krisis kepedulian ini dipengaruhi beberapa faktor seperti orientasi yang berbeda, kurikulum akademik, intervensi orang terdekat, sikap fokus dan sebagainya. Yang dimaksud orientasi yang berbeda adalah keinginan mahasiswa yang ingin lulus cepat atau mahasiswa menganggap lembaga di FKM tidak memberikan banyak manfaat bagi dirinya. Kurikulum akademik adalah kebijakan yang sering berubah-ubah entah menguntungkan bagi mahasiswa ataupun sebaliknya. Contohnya kurikulum SCL yang digunakan angkatan 2012 saat ini. Dan berikutnya adalah intervensi dari orang terdekat seperti orang tua, teman bahkan pacar yang melarang mengikuti organisasi dengan dalih “nanti kamu sibuk“. Amalia C. Nafiah menambahi bahwa faktor yang mendukung kenapa calon eksekutif I hanya satu pasang yaitu minimnya partisipasi politik mahasiswa FKM Undip.
Pengendalian yang dilakukan agar tidak terjadi krisis eksekutif maupun kepedulian yaitu dengan mengubah pola pikir apa yang sudah kita “berikan” bukan apa yang sudah kita “dapatkan”. Selain itu juga lembaga-lembaga di FKM Undip telah memberikan fasilitas kepada mahasiswa FKM untuk menumbuhkan jiwa organisasi maupun peduli. Contoh saja BEM, dengan departemen pengabdian masyarakat memiliki program koin peduli, departemen kebijakan publik dengan BBMnya mengangkat isu terhangat di FKM. Atau Publica Health yang memberikan kesempatan teman-teman mahasiswa non-organisatoris untuk menulis di produk-produk PH.
Jika mahasiswa tidak memberikan pergerakan siapa lagi yang akan menjalankan roda pemerintahan. Selain itu pergerakan yang sudah ada juga harus bersinergi tidak hanya BEM tetapi semua lembaga, semua elemen, semua civitas akademika FKM Undip. Amalia C. Nafi’ah berkata bahwa organisasi tergantung kita menyikapinya seperti apa, bagaimanapun kita harus bisa membagi akademik maupun non-akademik, carilah proses yang tidak mudah dari kasus itu untuk menjadi sosok yang luar biasa. (Aini Nursanti)

No comments