Masukkan iklan disini!

Konsep Open Access dan Unbundling, Siapkah Indonesia?

Photo : Nurul Jasmin
Isu penerapan open access dan unbundling pada produk migas (minyak dan gas) kini sedang hangat diperbincangkan oleh stakeholder terkait. Banyak pro-kontra terkait penerapan open access dan unbundling pada produk migas tersebut. Dimana open access merupakan konsep berbagi biaya dan pendapatan dalam hal pengelolaan sektor gas secara terbuka, jadi siapapun yang ingin ikut mengelola sumber daya gas dapat turut serta. Sedangkan unbundling merupakan pemisahan masing-masing unit pengelola gas bumi. Mekanisme tersebut
secara historis berasal dari pengangkutan gas bumi melalui pipa yang bertitik tolak pada prinsip “pemanfaatan bersama” fasilitas pengangkutan gas bumi. Berangkat dari isu tersebut, PSE (Pusat Studi Energi) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengajak bagian HAN (Hukum Administrasi Negara) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, untuk menyelenggarakan Seminar Nasional terkait isu tersebut. Dengan mengangkat tema “Seminar Nasional Penerapan Konsep Open access dan Unbundling: Telaah Aspek Hukum, Ekonomi, dan Kesiapan Infrastruktur Gas”, setelah sebelumnya semnas serupa telah dilakukan di Lampung. Seminar ini bertujuan untuk menyosialisasikan konsep open access dan unbundling pada produk migas itu sendiri.
Acara seminar nasional yang bertempat di Poncowati Convention Hall, Hotel Patra Jasa, Semarang, pada hari Rabu, 25 Juni 2014 tersebut, menghadirkan 4 pembicara sekaligus, yakni Prof. Indra Bastian, Phd, MBA, Akt., Drg. Eng. Barkah, Drg. Eng. Andhika Widyaparaga, dan Irine Handika, SH,LLM. Kegiatan seminar nasional open access dan unbundling ini dihadiri sekitar 150 orang, yang berasal dari kalangan akademisi berupa dosen dan mahasiswa S1, S2, dan S3, praktisi dari Pertamina, PLN, notaris, advokad, LSM dan tamu undangan lainnya. Acara tersebut, merupakan rangkaian penelitian tata kelola minyak dan gas bumi negara. Selain bertujuan untuk menyosialisasikan konsep open access dan unbundling pada produk migas, juga sebagai sarana menampung solusi tepat dalam hal pengelolaan migas di Indonesia, demi kemajuan bangsa Indonesia. Puncak dari kegiatan penelitian tersebut, adalah semnas bertempat di UGM.
Isu terkini terkait open access dan unbundling pada produk migas tersebut, adalah kepastian hukum dan kejelasan konsep open access dan unbundling pada produk migas yang tertuang dalam peraturan pemerintah. Selain itu pula, Dekan Fakultas Hukum, Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum, dalam sambutan yang sekaligus menjadi pembuka acara semnas, menyampaikan bahwasa penerapan open access dan unbundling diduga dapat memicu liberalisasi dalam gas, dimana diharapkan akan ada harga lebih murah dan baik, mengingat tujuan liberalisasi juga adalah transparansi, namun, perlu ditilik lebih dalam mengenai keinginan masyarakat, disamping kesiapan Indonesia dalam menerapkan konsep tersebut, karena orientasi hal tersebut harus mengacu masa depan.
Prof. Indra Bastian, Phd, MBA, Akt., memaparkan bahwasanya sektor gas bumi Indonesia merupakan sumber daya potensial yang dapat menjadi energi alternatif yang multi guna dan fungsi. Namun, selama ini, gas hanya dipandang sebagai produk sampingan pengolahan minyak, dan tidak memiliki konsep pengelolaan sendiri, gas selalu saja menjadi pendamping dari minyak. Peranan gas di Indonesia merupakan aspek vital, dimana pemanfaatannya kini makin tinggi, namun tetap perlu pemusatan pada hal riset dan sumber daya manusia. Dalam hal penambahan supply gas, perlu sistem pengelolaan yang dan regulasi yang baik, terutama meninjau konsep penerapan open access dan unbundling. Kendala yang terjadi dalam penerapan open access dan unbundling yaitu ketidak pahaman warga Indonesia sendiri akan peran migas di Indonesia, dimana sektor migas merupakan pemasukan utama negara, yakni sejak tahun 1970, 70-80% dari sumber dana APBN, dimana hal tersebut terjadi akibat tidak adanya pemberian pemahaman bahwa pendapatan utama negara berasal dari sektor migas. Penerapan konsep open access dan unbundling yang tidak terlaksana secara baik, dapat memicu tidak terkendalinya produk dan harga gas di Indonesia.
Drg. Eng. Barkah, memaparkan bahwasannya persiapan Indonesia dalam penerapan open access dan unbundling tersebut cukup baik, namun perlu peningkatan dengan pengaturan oleh regulasi yang jelas. Sedangkan Drg. Eng. Andhika Widyaparaga, memaparkan perbandingan tata kelola gas di negara yang menerapkan dan tidak menerapkan liberalisasi pasar gas. Hasilnya adalah konsep liberalisasi yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi peningkatan efisiensi sumber daya, dan penurunan harga, namun pada kenyataannya justru dapat mengancam stabilitas ketahanan energi. Nyatanya negara-negara yang tidak menerapkan konsep liberalisasi dapat mencapai tujuan awal liberalisasi tersebut. Dan Irine Handika, SH,LLM. Memaparkan bahwasannya masih terdapat tumpang-tindih konsep open access dan unbundling yang tertuang dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini terjadi karena akibat konsep open access dan unbundling serta konfirmasi tujuan dengan peraturan perundangan terkait belum jelas.
Terkait penerapan konsep open access dan unbundling, pemerintah tetap perlu memperhatikan kondisi riil yang ada di masyarakatnya. Hal ini bukan merupakan hal sepele, karena penerapan konsep bagi pemasok dana utama negara tersebut, akan berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, tanpa terkecuali, termasuk sektor kesehatan. Kajian kritis terhadap rencana penerapan open access dan unbundling perlu terus dilakukan demi memunculkan solusi strategis dan tepat bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. (Nurul Jasmin)

No comments