Masukkan iklan disini!

PPKM “Mikro” Hasilnya atau Mekanismenya?

    
(sumber : google)

    Pada tanggal 11-25 Januari 2021 Pemerintah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berpusat di Pulau Jawa dan Bali. Hal ini dilakukan untuk membatasi mobilisasi masyarakat guna menekan laju penularan virus Covid-19. Lalu apakah keberjalanan dari PPKM Jilid I dan II yang bagaikan series sinetron ini telah membawakan hasil yang diharapkan? Yuk dips, simak secara seksama penjelasan di bawah ini.

    Dilihat dari keberjalanannya yang hanya dua minggu ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, bahkan bulan Januari menjadi bulan dengan jumlah kumulatif positif kasus tertinggi. Tercatat pada tanggal 26 Januari 2021 Indonesia resmi meraih prestasi peringkat pertama negara di ASEAN dengan kasus Covid-19 terbanyak dengan jumlah total kasus positif hingga mencapai 1.012.350.

    Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah menetapkan pemanjangan PPKM atau PPKM jilid II. Kebijakan ini juga berlangsung selama 14 hari, yang berlaku mulai tanggal 26 Januari hingga 8 Febuari 2021. Bagaikan mengulang kesalahan yang sama, lagi-lagi PPKM Jilid II menunjukkan hasil yang tak jauh berbeda dengan seri sebelumnya. Angka positif Covid-19 terus menanjak. Walaupun tercatat 29 juta orang diberi teguran, denda, dan sanksi sosial, akan tetapi hal ini hanya berlaku di wilayah kota dan pusat keramaian. Sedangkan PPKM Jilid II ini berlaku di hampir seluruh kabupaten atau kota.

    Kebijakan PPKM jilid I maupun II diharapkan dapat menurunkan kasus Covid-19 di tanah air. Akan tetapi, fakta di lapangan berkata lain. Angka kasus tetap tinggi meskipun kebijakan ini telah berlangsung. Dengan begitu angan-angan hanya sebatas angan-angan, kebijakan ini dinilai gagal dan tidak efektif. Hal ini lantaran operasi lapangan yang tidak tegas dan konsisten. Mobilitas masyarakat tetap tinggi seperti tidak menghiraukan himbauan ini. Bisa jadi memang masyarakat yang tidak menghiraukan atau memang tidak mengetahui series PPKM Jilid I ataupun II ini. Tidak heran apabila masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak taat pada protokol kesehatan.

    Menanggapi kegagalan ini, beberapa Pemerintah daerah seakan memalingkan wajah dengan menetapkan kebijakan baru yang hanya fokus berlaku di daerah. Seperti halnya dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang menetapkan kebijakan "Jateng di Rumah Saja". Disusul Kalimantan Timur yang memberlakukan kebijakan "Senyap". Kedua kebijakan ini berlangsung pada hari yang sama yaitu pada tanggal 6-7 Februari 2021. Selama kebijakan ini berlangsung, seluruh tempat keramaian akan ditutup dan akan dilakukan sterilisasi atau penyemprotan disinfektan. 

    Dilakukan pula operasi yustisi yang melibatkan aparat keamanan guna memaksimalkan keberjalanan kebijakan. Pemerintah Kota Bogor juga resmi menetapkan peraturan ganjil genap yang dimulai pada tanggal 5 Februari hingga 14 Februari 2021. Kebijakan ini berlangsung setiap akhir pekan yakni pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu bagi kendaraan roda dua maupun roda empat di semua ruas jalan guna mengurangi mobilitas masyarakat dalam upaya menurunkan angka kasus Covid-19.

    Series PPKM yang telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan dianggap masih belum mampu menekan laju penularan Covid-19, sehingga Pemerintah mengganti series sebelumnya dengan judul baru yaitu PPKM mikro. Kebijakan baru PPKM berskala mikro atau PPKM mikro yang berlaku sejak tanggal 9 Februari hingga 22 Februari 2021. Terdapat beberapa perbedaan pada kebijakan PPKM mikro dengan dua jilid PPKM sebelumnya, antara lain ialah sebagai berikut :
  • Pada PPKM mikro terdapat ketentuan pembentukan posko penanganan Covid-19 pada tingkat desa dan kelurahan. Dimana sebelumnya ketentuan ini tidak terdapat pada PPKM jilid I dan II.
  • Pada PPKM mikro aturan jam opersional restoran dan pusat perbelanjaan lebih longgar dibanding dengan PPKM jilid I dan II yakni hingga pukul 21.00 WIB.
  • Pada PPKM mikro aturan terkait pembatasan di perkantoran juga lebih longgar yakni 50 persen work from office dan 50 persen work from home.
    Pemberlakuan PPKM mikro memperoleh beberapa kecaman dari epidemiolog kesehatan sebab kebijakan ini dinilai tidak memiliki konsep yang jelas dan tidak mempunyai indikator penetapan wilayah yang akan dikarantina dan tidak dikarantina sebab kondisi testing rate dan contact tracing yang masih sangat kecil. Bukan hanya itu, PPKM mikro yang tengah diterapkan saat ini dinilai sudah sangat terlambat dan tidak akan terlalu efektif menekan laju penularan kasus Covid-19. Sebab, PPKM mikro merupakan bentuk gagal move on Pemerintah akan kebijakan terdahulu sehingga terjadi KLBK (Kebijakan Lama Berulang Kembali).

    Apabila kita telaah bersama kebijakan baru pemerintah ini pada akhirnya hanyalah sebuah lagu lama kaset baru yakni kebijakan yang ditetapkan memiliki aturan yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya dan hanya berganti nama atau istilah saja. Pemerintah seharusnya berkaca dari penetapan kebijakan yang sebelumnya gagal, dengan membuat sebuah kebijakan dengan aturan yang ketat dan tegas bukannya aturan yang semakin longgar dan tidak jelas konsepnya seperti apa. Selain itu, sudah selayaknya Pemerintah melakukan sebuah evaluasi terlebih dahulu terhadap kebijakan yang sebelumnya gagal lalu menetapkan aturan baru yang memang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Evaluasi yang dilakukan pun harus secara ilmiah dan transparan untuk menuntaskan kasus virus Covid-19 di Indonesia.

    Selain itu, dibutuhkan sebuah keselarasan antara Pemerintah dan masyarakat dalam menekan angka penularan virus Covid-19. Dimana Pemerintah harus tegas dalam menerapkan strategi 5M, terutama membatasi mobilitas serta menjauhi dan mencegah kerumuman. Bersamaan dengan hal tersebut Pemerintah haruslah masif dalam melakukan upaya 3T yang dinilai masih belum maksimal dalam keberlangsungannya. Dan untuk memaksimalkan upaya yang dilakukan, Pemerintah harus lebih gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kebijakan yang akan berlaku, hal ini menjadi langkah awal untuk menekan mobilisasi masyarakat. Di sisi lain masyarakat tidak boleh lalai atau bahkan mengabaikan protokol kesehatan yang ada. Karena, tanpa adanya kesadaran oleh pihak masyarakat dalam menaati protokol kesehatan yang ada maka mustahil angka penularan virus Covid-19 akan menurun. (Bidang Sosial Politik BEM FKM Undip 2021)

No comments