Masukkan iklan disini!

Pulang – Mereka yang Dituntut Pergi dan Merindukan Pulang

 

                                                                  Sumber: Goodreads.com

    Novel Pulang diterbitkan pada tahun 2017 oleh Leila Chudori, penulis buku fiksi sejarah terkenal berjudul Laut Bercerita. Sama seperti Laut Bercerita, 474 halaman dalam novel ini masih berkutat seputar sejarah kelam bangsa Indonesia dan dunia politik.

Siapakah pemilik sejarah? Siapa yang menentukan siapa yang jadi pahlawan dan siapa yang penjahat? Siapa pula yang menentukan akurasi setiap peristiwa?

          Pulang mengisahkan tentang kehidupan para buron politik yang harus berkelana di negeri orang pasca terjadinya tragedi pemberontakan PKI. Hal tersebut juga menimpa Dimas Suryo, seorang eksil politik, dan tiga temannya yang harus tinggal di Paris bertahun-tahun lamanya karena dianggap masih berkerabat dengan seorang tokoh PKI bernama Hananto. Paspor dan kewarganegaraan Dimas beserta kawan-kawannya dicabut sehingga mau tidak mau mereka harus menetap di negeri asing hingga menikah dan memiliki keturunan. Vivienne Deveraux, seorang wanita yang berhasil memenangkan hati Dimas, menjadi sosok pelengkap kisah Pulang dari seorang Dimas dengan sebuah romansa yang juga dikaruniai seorang anak bernama Lintang Utara. Kehidupannya di Paris ia habiskan dengan merintis restoran tanah air bersama tiga kawannya yang juga bernasib sama. Suatu ketika, mereka mendengar kabar bahwa Hananto telah ditangkap dan dinyatakan tewas. Hari-hari Dimas dan ketiga kawannya dihantui rasa bersalah akan hilangnya teman-teman di Indonesia dan keinginan untuk kembali ke Tanah Air. Kekhawatiran Dimas perlahan mulai terjawab ketika Lintang Utara, anaknya, berhasil mendapatkan visa untuk masuk ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, Lintang berhasil menguak sejarah tanah air yang kelam dan masa lalu ayahnya dengan Surti Anandari, cinta pertama sang ayah. Lintang bersama dengan Alam, anak Surti, bahkan menjadi saksi diruntuhkannya orde baru yang menjadi peluang bagi Dimas Suryo dan kawan-kawannya yang lain untuk kembali ke tanah kelahiran mereka.

          Bersama dengan Dimas dan eksil politik lainnya, pembaca dibawa untuk melihat sisi lain dari dampak tragedi 1965 sembari menelusuri sejenak sejarah bangsa Indonesia hingga kerusuhan 1998 yang menyebabkan runtuhnya orde baru. Tuntutan bagi masyarakat Indonesia di tahun 1965 untuk secara tegas menentukan hitam atau putih, menjadi golongan pro PKI atau anti PKI mampu menumbuhkan ketegangan bagi para pembaca. Kegigihan setiap tokoh di dalamnya untuk menegakkan apa yang benar dan kembali pada tanah air tercinta menjadi suatu perjuangan yang sarat akan pesan-pesan nasionalisme serta cinta tanah air yang besar. Secara keseluruhan, novel ini ditulis dengan porsi masing-masing sudut pandang yang pas dan berbagai konflik yang tak melulu tentang politik negara, tetapi juga tentang kesetiaan serta perjalanan kehidupan. (Petrin)

Rumah adalah tempat di mana aku merasa bisa pulang.


 

No comments