Masukkan iklan disini!

Saatnya Pers Mahasiswa Didengar

Foto : Ardyan
Aksi diam sebagai aksi penolakan tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat pers mahasiswa mengenai kasus pengunduran diri secara paksa mahasiswa yang berlangsung rabu lalu (25/9) di depan Gedung Gubernur, Semarang, Jawa Tengah.
Beberapa LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) di Semarang yang membonceng PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) melangsungkan aksi diam yang menentang pembungkaman dan pembodohan sebagai rasa peduli mereka terhadap kasus yang menimpa salah satu mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS), yaitu Wahyu Dwi Pranata. Ia dipaksa untuk drop out (DO) dari kampusnya karena mengkritisi beberapa skandal
dan kebijakan di kampusnya melalui pemberitaan di media online. Tujuan pengkritisan yang ia lakukan adalah agar dapat mengubah pola pikir lebih baik dan memajukan perkembangan di kampusnya. Kini Wahyu telah berubah status menjadi mahasiswa UMK (Universitas Muria Kudus). Meskipun, sudah tidak dianggap mahasiswa UDINUS lagi, orang tua Wahyu ternyata masih diintimidasi oleh pihak UDINUS.
Perlu ditinjau kembali peranan Lembaga Pers Mahasiswa di seluruh kampus Indonesia sebagai penyampai informasi. Minimal informasi yang harus diketahui oleh publik kampus di mana media-media umum tidak mampu menjangkau. Namun, hal tersebut biasanya bertentangan dan mendapat respon negatif dari beberapa kalangan tertentu hingga melakukan tindakan yang merugikan kepentingan umum.
Aksi solidaritas pers mahasiswa yang berlangsung tertib ini juga menyerahkan Surat Pernyataan. Surat tersebut berisikan 4 pilar yang diajukan ke pihak pemerintah sebagai tindak lanjut dan diharapkan pemerintah bisa menghimbau pihak kampus dan menekan terjadinya kasus seperti itu. Keempat pilar tersebut yaitu:
1. Mengecam tindakan yang mengarah pada pembungkaman kebebasan berpendapat dan kritik membangun dari mahasiswa (khususnya insan pers mahasiswa), seperti yang dilakukan pihak rektorat UDINUS kepada mahasiswanya.
2. Meminta dengan tegas pada pihak Dikti sebagai badan tertinggi yang menaungi universitas se-Indonesia untuk menegur secara langsung dan meninjau kembali universitas yang bermasalah.
3. Mengajak pimpinan kampus di seluruh Indonesia agar bijak dan menjalankan hak tanya, hak jawab, dan klarifikasi dahulu sebelum menentukan tindakan atau hukuman pada mahasiswanya yang memberitakan suatu perkara kampusnya.
4. Meminta negara melindungi kebebasan berpendapat dalam institusi-institusi pendidikan dan menindaklanjuti para pelaku yang merusak upaya terciptanya kondisi yang baik di dalamnya.
“… saya berharap Bapak Gubernur Jateng berkenan menerima aspirasi dari kami dan berkomentar di media massa dalam jangka waktu 2 hari ke depan,” kata Defy Firman Al Hakim selaku Sekjend Nasional PPMI.
Semoga saja kebebasan berpendapat bagi insan pers dapat di tegakkan, sehingga permasalahan seperti ini tidak terulang lagi. (Ardyan Pratama Putra)

No comments