Masukkan iklan disini!

AADDI (Ada Apa Dengan Demokrasi di Indonesia?)

sumber : dokumen pribadi


Hai Dips gimana nih kabarnya? Cieee yang lagi menikmati masa liburan setelah kemarin bertempur melalui UAS. Eitsss, jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada selagi kalian berlibur. Semoga kalian para pembaca setia pojok isu selalu diberi kesehatan di tengah angka penularan virus Covid-19 yang terus melonjak. Nah, untuk menemani masa liburan kalian pojok isu kembali hadir dengan pembahasan yang pastinya seru banget dan bakal dikupas secara tajam setajam SILET (lah malah pakai opening program tv). Biar makin kece abis judul pojok isu kali ini dibuat supaya mirip sama judul film yang terkenal banget yang pemerannya ada Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra yaitu AADC (Ada Apa Dengan Cinta?). AADC sama AADDI (Ada Apa Dengan Demokrasi di Indonesia?) mirip kan readers #maksabangetsupayamirip. Baik tanpa basa – basi lagi mari langsung kita kupas satu persatu pembahasan kali ini.

Bicara soal demokrasi yang saat ini terjadi mungkin alangkah baiknya jika kita telaah bersama terlebih dahulu pemaknaan dari demokrasi itu sendiri sebelum masuk ke pembahasan yang lebih jauh lagi. Ada banyak sekali pemaknaan terhadap demokrasi. Arend Lijphart (1984) mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan yang ditujukan untuk rakyat, sebuah sistem pemerintahan yang mampu mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan rakyat. Robert Dahl (1956) memaknai demokrasi sebagai suatu interaksi sosial yang dikonstruksikan melalui sikap keterbukaan, adanya partisipasi publik dalam pemilihan umum, serta eksistensi institusi-institusi yang toleran yang memungkinkan perbedaan di masyarakat dapat disesuaikan dan diakomodasi dalam regulasi yang berlaku. Samuel P. Huntington (1995) berpandangan bahwa demokrasi dapat didekati melalui tiga pendekatan umum, yakni: 
  1. sumber kewenangan bagi pemerintah, 
  2. tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah
  3. prosedur untuk membentuk sebuah pemerintahan.
Dari beberapa pemaknaan yang telah disebutkan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan yang tentunya tidak akan bikin pusing tujuh keliling soalnya masalah hidup sudah cukup banyak yang bikin pusing ceilah☺ baik cukup intermezzonya jadi kesimpulan yang dapat ditarik yakni demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (from people, by people, and for people).

Lalu sekarang yang menjadi pertanyaan apakah Indonesia selaku negara yang “katanya” menjunjung tinggi demokrasi telah menjalankan demokrasi secara seutuhnya? Apakah segala kebijakan yang ditetapkan oleh para petinggi negara telah bertujuan untuk kepentingan rakyatnya atau hanya diperuntukkan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja. Rasanya sudah suatu hal yang lumrah bahwasanya demokrasi di Indonesia tidak selalu berjalan dengan mulus atau selaras dengan prinsip-prinsip universal demokrasi. Ada banyak sekali problematika demokrasi yang dihadapi oleh negara kita tercinta. Fokus dalam pembahasan kali ini adalah kebebasan berpendapat yang termasuk hak yang sangat mendasar, sebab hak kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. Tujuan kebebasan menyampaikan pendapat berdasarkan  pada UU, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum untuk mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mengapa bisa dikatakan demikian? Faktakah atau sekedar broadcast hoax yang tersebar melalui grup Whatsapp keluarga? Tentu saja permasalahan yang ini benar adanya terjadi. Jika kita menengok kembali ke belakang di mana aksi demonstrasi terkait penolakan Omnibus Law Cipta Kerja pada tanggal 7 Oktober 2020 menyebabkan 4 (empat) orang mahasiswa pejuang demokrasi divonis menjadi terdakwa. Mereka dituduh melakukan tindakan pidana oleh Jaksa Penuntut Umum berbekal pengakuan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kepolisian yang sebenarnya didapat dari hasil penyiksaan dan tindakan Unfair Trial kepada para pejuang demokrasi ini. Kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang merupakan suatu hak asasi manusia yang mendasar pada kehidupan manusia dalam mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya dilindungi oleh pihak yang bertanggung jawab yakni dalam hal ini adalah pihak kepolisian, namun yang terjadi di lapangan pihak yang bersangkutan malah bertindak sebaliknya.

Selain itu, terdapat juga permasalahan lain yang bahkan tengah menjadi topik hangat baru – baru ini ialah pemberangusan kebebasan pendapat yang menimpa BEM UI. Hal ini bermula dari postingan yang berupa poster yang diunggah pada akun BEM UI yang mencantumkan foto Joko Widodo yang dipublikasi pada tanggal 26 Juni 2021 pada sekitar jam 18.00 WIB yang membahas janji – janji kebohongan Presiden Joko Widodo. Implikasi dari hal tersebut ialah pemanggilan terhadap mahasiswa yang menjadi bagian dari BEM UI serta DPM UI yang berjumlah sepuluh orang melalui Surat Undangan Nomor 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021. Padahal konten yang dipublikasikan oleh BEM UI menyajikan sebuah data yang memang nyatanya seperti kondisi yang saat ini terjadi di mana kebebasan sipil diberangus melalui represifitas aparat terhadap massa aksi, kebebasan berpendapat yang dibungkam melalui pasal karet dari UU ITE, pelemahan KPK, dan adanya intervensi presiden terhadap supremasi hukum. Sedangkan Presiden berkata sebaliknya dengan realitas yang terjadi.

Jika melihat permasalahan yang telah disebutkan di atas, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk  mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan rakyat serta menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh warga negaranya seperti yang telah diatur dalam peraturan berlaku. Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat termasuk hal yang penting. Pengabaian terhadap perlindungan hak kebebasan berpendapat bisa menyebabkan menurunnya tingkat partisipasi dan kreativitas dari warga negara. Padahal kreativitas dan partisipasi merupakan bagian dari iklim demokrasi. Apabila terjadi segala bentuk upaya pembungkaman terhadap suara rakyat maka telah terjadi pengingkaran terhadap demokrasi yang telah dilakukan oleh negara itu sendiri. Selain itu, kita selaku warga negara yang baik atau bahasa kerennya good citizens tetaplah ingat ketika kita akan berekspresi menyampaikan pikiran, pendapat baik lisan maupun tulisan tidak boleh menyakiti dan merugikan orang lain.

Jadi, dalam memenuhi hak kita terkait kebebasan berpendapat kita tetap berusaha mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu bentuk pelaksanaan kewajiban dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah sadar akan kebebasan yang bertanggung jawab tersebut janganlah lagi kita hanya diam dan duduk manis saja ketika tahu hak - hak kita dilucuti oleh negara, jangan takut untuk menyuarakan pendapat serta kritik terhadap perbuatan yang dianggap bertindak sewenang – wenang. Marilah kita bersama - sama menegakkan kembali demokrasi di negara kita tercinta, Indonesia.

Last but not least ada sedikit kata penutup dari kami yang dikutip dari Pierre Joseph Proudhon “Demokrasi adalah tirani paling berani dari semua; karena tidak bergantung pada otoritas agama, atau pada bangsawan ras, atau pada hak prerogatif bakat, itu didasarkan pada nomor, dan topeng atas nama rakyat. Jika monarki adalah palu yang menghancurkan rakyat, demokrasi adalah kapak yang membaginya.” (Sospol BEM FKM Undip)

Sumber :

Anugerah, B.2021. Kumparan: Problematika Demokrasi Indonesia.


Lembaga Bantuan Hukum Pengayoman Universitas Katolik Parahyangan. 2020.

Hak Kebebasan Berpendapat Di Indonesia Sebagai Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/hak-kebebasan-berpendapat-di-indonesia-sebagai-upaya-mencerdaskan-kehidupan-bangsa/ (diakses pada tanggal 2 Juli 2021)

No comments